Sabtu, 10 Maret 2012

Dahlan Iskan Pengusaha Pecinta Seni


Apa yang menarik sehingga seorang Dahlan Iskan perlu mendapat penghargaan khusus? Bahwasanya kesenian memang tak akan bisa berkembang dengan baik kalau hanya menggantungkan peran seniman. Harus ada pihak lain yang memiliki perhatian besar dan dana yang memadai sehingga kesenian dapat berkembang sebagaimana mustinya. Harus diakui, bahwa kesenian dapat berkembang ketika ada peran maecenas. Pada peran yang disebutkan seperti itulah maka kiprah bos Grup Jawa Pos ini patut mendapat penghargaan.
Dahlan Iskan

Dahlan sendiri menjalani kariernya sebagai wartawan. Lahir di Takeran, Magetan, 17 Agustus 1951, membangun karier jurnalistik sejak menjadi koresponden majalah Tempo dari Samarinda, kemudian dipindahkan ke Surabaya. Di kota inilah yang menjadi awal kebangkitan kariernya, ketika menjabat Kepala Biro Tempo Jatim. Dan ketika harian Jawa Pos pindah kepemilikan ke manajemen Tempo tahun 1982, maka Dahlan Iskan yang ditugasi sebagai nakoda. Sejarah kemudian mencatat, JP menjadi koran raksasa, melahirkan puluhan anak perusahaan, bukan hanya berupa koran namun juga sekian banyak jenis perusahaan lainnya.

Sementara dunia kesenian sebetulnya sudah diakrabinya ketika mahasiswa dengan aktif dalam grup band. Dalam perkembangannya, meski sibuk dengan dunia jurnalistik dan mengembangkan perusahaan Jawa Pos, perhatiannya terhadap kesenian tidak juga pudar. Dia sadar betul, bahwa menggabungkan kesenian dan jurnalistik bukan sesuatu yang gampang.
Artinya, sebagai bahan berita, urusan kesenian kurang banyak menarik pembaca (dan juga iklan). Karena itu Dahlan lebih suka membantu kesenian dengan cara lain, yang lebih langsung berupa subsidi dana dan fasilitas.

Maka dalam perjalanan JP di Surabaya, tercatat ada kelompok-kelompok kesenian yang pernah didatangkan dan didanai sepenuhnya oleh JP, seperti Teater Gandrik (beberapa kali), Teater Koma, juga subsidi dana untuk kegiatan Parade Seni WR Supratman dan sejumlah kegiatan kesenian lainnya. Pernah ketika Anang Hanani meminta sumbangan buat pertunjukannya, Dahlan langsung membeli semua tiketnya, sehingga Anang lantas menggratiskan pertunjukannya. Bahkan, dalam pemberian penghargaan pada seniman-budayawan tahun 2001, Dahlan Iskan atas nama Jawa Pos memberikan tambahan hadiah berupa cincin emas untuk sepuluh seniman, masing-masing seberat 25 gram.
Belakangan, ketika kesenian Cina mulai mendapat angin segar di negeri ini, Dahlan memberikan perhatian dan bantuan yang memungkinkan barongsai tumbuh kembali dan berkembang. Dia malah menjadi ketua persatuan seni barongsai Surabaya. Sementara gedung Graha Pena yang menjadi milik Grup JP, juga berulangkali menjadi sarana menggelar pameran lukisan, termasuk pameran level nasional sekalipun. Di gedung ini pula dapat disaksikan koleksi lukisan dari pelukis-pelukis ternama yang menghiasi dinding-dinding di sejumlah lantai Graha Pena. Dahlan, dan manajemen Jawa Pos, nampaknya tulus membantu kesenian. Mungkin orang banyak berharap dengan Jawa Pos sebagai media massa, namun Dahlan lebih suka menyediakan Rp 500 juta pertahun untuk membantu kegiatan kesenian. Pilihan ini lebih kongkrit dan realistis.
(sumber: Buku Penghargaan Seniman Jatim, 2002)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar