Apa yang menarik
sehingga seorang Dahlan Iskan perlu mendapat penghargaan khusus?
Bahwasanya kesenian memang tak akan bisa berkembang dengan baik kalau
hanya menggantungkan peran seniman. Harus ada pihak lain yang memiliki
perhatian besar dan dana yang memadai sehingga kesenian dapat berkembang
sebagaimana mustinya. Harus diakui, bahwa kesenian dapat berkembang
ketika ada peran maecenas. Pada peran yang disebutkan seperti itulah
maka kiprah bos Grup Jawa Pos ini patut mendapat penghargaan.
Dahlan Iskan |
Dahlan sendiri
menjalani kariernya sebagai wartawan. Lahir di Takeran, Magetan, 17
Agustus 1951, membangun karier jurnalistik sejak menjadi koresponden
majalah Tempo dari Samarinda, kemudian dipindahkan ke Surabaya. Di kota
inilah yang menjadi awal kebangkitan kariernya, ketika menjabat Kepala
Biro Tempo Jatim. Dan ketika harian Jawa Pos pindah kepemilikan ke
manajemen Tempo tahun 1982, maka Dahlan Iskan yang ditugasi sebagai
nakoda. Sejarah kemudian mencatat, JP menjadi koran raksasa, melahirkan
puluhan anak perusahaan, bukan hanya berupa koran namun juga sekian
banyak jenis perusahaan lainnya.
Sementara dunia
kesenian sebetulnya sudah diakrabinya ketika mahasiswa dengan aktif
dalam grup band. Dalam perkembangannya, meski sibuk dengan dunia
jurnalistik dan mengembangkan perusahaan Jawa Pos, perhatiannya terhadap
kesenian tidak juga pudar. Dia sadar betul, bahwa menggabungkan
kesenian dan jurnalistik bukan sesuatu yang gampang.
Artinya, sebagai
bahan berita, urusan kesenian kurang banyak menarik pembaca (dan juga
iklan). Karena itu Dahlan lebih suka membantu kesenian dengan cara lain,
yang lebih langsung berupa subsidi dana dan fasilitas.
Maka dalam
perjalanan JP di Surabaya, tercatat ada kelompok-kelompok kesenian yang
pernah didatangkan dan didanai sepenuhnya oleh JP, seperti Teater
Gandrik (beberapa kali), Teater Koma, juga subsidi dana untuk kegiatan
Parade Seni WR Supratman dan sejumlah kegiatan kesenian lainnya. Pernah
ketika Anang Hanani meminta sumbangan buat pertunjukannya, Dahlan
langsung membeli semua tiketnya, sehingga Anang lantas menggratiskan
pertunjukannya. Bahkan, dalam pemberian penghargaan pada
seniman-budayawan tahun 2001, Dahlan Iskan atas nama Jawa Pos memberikan
tambahan hadiah berupa cincin emas untuk sepuluh seniman, masing-masing
seberat 25 gram.
Belakangan,
ketika kesenian Cina mulai mendapat angin segar di negeri ini, Dahlan
memberikan perhatian dan bantuan yang memungkinkan barongsai tumbuh
kembali dan berkembang. Dia malah menjadi ketua persatuan seni barongsai
Surabaya. Sementara gedung Graha Pena yang
menjadi milik Grup JP, juga berulangkali menjadi sarana menggelar
pameran lukisan, termasuk pameran level nasional sekalipun. Di gedung
ini pula dapat disaksikan koleksi lukisan dari pelukis-pelukis ternama
yang menghiasi dinding-dinding di sejumlah lantai Graha Pena. Dahlan,
dan manajemen Jawa Pos, nampaknya tulus membantu kesenian. Mungkin orang
banyak berharap dengan Jawa Pos sebagai media massa,
namun Dahlan lebih suka menyediakan Rp 500 juta pertahun untuk membantu
kegiatan kesenian. Pilihan ini lebih kongkrit dan realistis.
(sumber: Buku Penghargaan Seniman Jatim, 2002)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar